Sepanjang Sabtu tadi, dari pagi sampai sore berkesempatan untuk hadir pada acara Final Sprint sebuah agensi perusahaan asuransi disebuah rumah makan terkenal di kota ini.
Salah seorang pembicara bercerita tentang pentingnya sikap antusias dalam menjalankan usaha. Katanya, tanpa sikap antusias, para agen tidak akan mampu berbuat apa-apa. Konon katanya, kata ini berasal dari bahasa Yunani, yang tadi sempat tidak cukup jelas apa artinya karena kebisingan di tempat acara.
Akhirnya, browsing sana sini dan dapat beberapa definisi , salah satunya dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indinesia), hasilnya adalah :
antusiasme/an·tu·si·as·me/ n kegairahan; gelora semangat; minat besar thd sesuatu.
Ketemu lagi dari artikel di kompasiana, dari tulisan pak Tjiptadinata Effendi , Antusiasme- Kunci Meraih Sukses Anda! Published: 21.03.13, dimana disana diceritakan tentang asal usul kata antusiasme, yang benar berasal dari bahasa Greece (Yunani) kuno,yaitu :" entheos",yang berarti :"Tuhan Menyertai".
Akan tetapi, yang agak membuat saya merasa sedikit aneh karena dalam bahasa Indonesia dipahami
sebagai :" kegairahan, gelora semangat; minat besar terhadap sesuatu, semangat yang berapi api atau bisa juga disebut
sebagai: "terobsesi" terhadap sesuatu (yang ingin dicapai)".
Saya bingung, kenapa esensi asli kata "entheos" yang berarti "Tuhan Menyertai" menjadi tidak ada lagi ketika ini menjadi sebuah pengertian dalam bahasa Indonesia ? apakah ini karena sebelum sampai di Indonesia, kata ini mesti melanglang buana dulu ke negeri-negeri lain, mengalami berbagai metamorfosis sehingga menjadi seperti yang tertulis dalam KBBI ?
Adakah yang bisa membantu menjelaskan hal ini ?
Semakin banyak kita berbagi, maka kita akan semakin kaya. Semakin banyak pengetahuan dan wawasan yang kita bagikan kepada sesama, maka akan semakin banyak pengetahuan yang kita terima dan wawasan pun semakin luas, karena orang lain pun akan membagikan pengetahuan dan wawasannya untuk kita. Syaratnya, kerelaan untuk berbagi dan keterbukan hati untuk menerima pendapat orang lain, yang mungkin saja berbeda pandangan.
Sabtu, 19 September 2015
Minggu, 06 September 2015
Mencicil masa depan 2
Melanjutkan tulisan sebelumnya tentang beban cicilan setiap bulan.
Kali ini masih juga berbicara tentang cicilan . tapi kali ini sedikit berbeda. Kalau yang kemarin bicara tentang cicilan beli mobil, beli kursi atau beli TV , yang mana mobilnya, kursinya atau tvnya sudah bisa kita nikmati dan dimanfaatkan kegunaanya di awal, kali pembicaraannya tentang cicilan yang belum dapat kita nikmati kecuali ketika kondisi 'kepepet yang cukup dahsyat' terjadi.
Berbicara tentang kondisi kepepet, ada banyak ukuran. Nggak punya duit buat ke bioskop, kepepet. Nggak punya punya duit buat beli gadget terbaru bisa disebut kepepet. Nggak punya duit buat ke salon, juga kepepet. Karena kasus kepepet diatas , ada orang yang akhirnya hobi pinjam uang temennya, hanya untuk mengatasi kepepet yang tadi. Jadi setiap bulan kondisinya kepepet terus, karena mesti bayar utang yang tak berkesudahan. Cukup memprihatinkan.
Ada juga kepepet level menengah, seperti butuh biaya benerin rumah, biaya masuk sekolah anak, biaya ke dokter gigi, biaya berobat jalan dan lain-lain. Biasanya, untuk mengatasi kondisi kepepet level ini, kita gunakan dana cadangan yang ada di rekening tabungan. Dalam kasus ini, kita biasanya punya persiapan memadai, meskipun kadang ndak cukup bila dananya terlalu besar. Solusi mudah adalah bon di kantor, atau pakai pinjaman tanpa agunan di bank (kalau masih dipercaya sama bank).
Ada lagi kepepet yang lebih besar. Setidaknya ada 3 'kepepet berat' bagi sebuah keluarga. Ketika sang penopang ekonomi keluarga mengalami tiga hal, pertama sakit berat sehingga tidak bisa produktif dalam jangka waktu lama, kedua sakit kronis / cacat dan tidak bisa bekerja lagi selamanya, atau yang ketiga harus berpulang kepada Sang Pencipta saat anak-anak belum mampu untuk mandiri. Ini kondisi kekepet berat yang bisa saja terjadi pada siapa saja dan keluarga mana saja. Resikonya adalah kondisi ekonomi / keuangan keluarga akan mengalami guncangan, atau istilah keren-nya Financial Disaster.
Untuk mengurangi resiko ketika terjadi kondisi kepepet golongan ketiga tadi, ada beberapa hal yang bisa kita rencanakan dari sekarang. Memiliki simpanan berupa tabungan atau asset dalam jumlah yang memadai adalah salah satu solusinya. Misalnya menabung secara rutin di bank, membeli properti atau asset yang selalu naik nilainya (tanah, rumah , ruko dan lain-lain). Selain itu, kita juga bisa beli reksadana, obligasi atau saham, namun yang terakhir ini perlu pengetahuan yang lumayan dibidang tersebut.
Namun, ada hal-hal yang juga mesti diperhitungkan atas beberapa cara diatas. Uang tabungan di bank sangat mudah diambil, sehingga kadang-kadang terpakai oleh 'kepepet golongan pertama'. Membeli property yang bagus butuh modal yang lumayan dan peluang tidak selalu tersedia, disamping itu meskipun kenaikan harga properti terbilang tinggi, tetapi properti termasuk aset yang tidak mudah ditunaikan dalam waktu cepat.
Ada cara lain sebagai solusi untuk berjaga-jaga menghadapi masa depan yang tidak pasti, masa depan yang kita harapkan dalam setiap do'a kita adalah masa yang mulus tanpa ada hal-hal yang mengganggu, tapi potensi terjadinya financial disaster tetap tidak bisa kita anggap nihil begitu saja.
Untuk itu, mencicil masa depan tetap menjadi keharusan, baik untuk kehidupan di dunia maupun di kehidupan yang abadi nanti.
Kali ini masih juga berbicara tentang cicilan . tapi kali ini sedikit berbeda. Kalau yang kemarin bicara tentang cicilan beli mobil, beli kursi atau beli TV , yang mana mobilnya, kursinya atau tvnya sudah bisa kita nikmati dan dimanfaatkan kegunaanya di awal, kali pembicaraannya tentang cicilan yang belum dapat kita nikmati kecuali ketika kondisi 'kepepet yang cukup dahsyat' terjadi.
Berbicara tentang kondisi kepepet, ada banyak ukuran. Nggak punya duit buat ke bioskop, kepepet. Nggak punya punya duit buat beli gadget terbaru bisa disebut kepepet. Nggak punya duit buat ke salon, juga kepepet. Karena kasus kepepet diatas , ada orang yang akhirnya hobi pinjam uang temennya, hanya untuk mengatasi kepepet yang tadi. Jadi setiap bulan kondisinya kepepet terus, karena mesti bayar utang yang tak berkesudahan. Cukup memprihatinkan.
Ada juga kepepet level menengah, seperti butuh biaya benerin rumah, biaya masuk sekolah anak, biaya ke dokter gigi, biaya berobat jalan dan lain-lain. Biasanya, untuk mengatasi kondisi kepepet level ini, kita gunakan dana cadangan yang ada di rekening tabungan. Dalam kasus ini, kita biasanya punya persiapan memadai, meskipun kadang ndak cukup bila dananya terlalu besar. Solusi mudah adalah bon di kantor, atau pakai pinjaman tanpa agunan di bank (kalau masih dipercaya sama bank).
Ada lagi kepepet yang lebih besar. Setidaknya ada 3 'kepepet berat' bagi sebuah keluarga. Ketika sang penopang ekonomi keluarga mengalami tiga hal, pertama sakit berat sehingga tidak bisa produktif dalam jangka waktu lama, kedua sakit kronis / cacat dan tidak bisa bekerja lagi selamanya, atau yang ketiga harus berpulang kepada Sang Pencipta saat anak-anak belum mampu untuk mandiri. Ini kondisi kekepet berat yang bisa saja terjadi pada siapa saja dan keluarga mana saja. Resikonya adalah kondisi ekonomi / keuangan keluarga akan mengalami guncangan, atau istilah keren-nya Financial Disaster.
Untuk mengurangi resiko ketika terjadi kondisi kepepet golongan ketiga tadi, ada beberapa hal yang bisa kita rencanakan dari sekarang. Memiliki simpanan berupa tabungan atau asset dalam jumlah yang memadai adalah salah satu solusinya. Misalnya menabung secara rutin di bank, membeli properti atau asset yang selalu naik nilainya (tanah, rumah , ruko dan lain-lain). Selain itu, kita juga bisa beli reksadana, obligasi atau saham, namun yang terakhir ini perlu pengetahuan yang lumayan dibidang tersebut.
Namun, ada hal-hal yang juga mesti diperhitungkan atas beberapa cara diatas. Uang tabungan di bank sangat mudah diambil, sehingga kadang-kadang terpakai oleh 'kepepet golongan pertama'. Membeli property yang bagus butuh modal yang lumayan dan peluang tidak selalu tersedia, disamping itu meskipun kenaikan harga properti terbilang tinggi, tetapi properti termasuk aset yang tidak mudah ditunaikan dalam waktu cepat.
Ada cara lain sebagai solusi untuk berjaga-jaga menghadapi masa depan yang tidak pasti, masa depan yang kita harapkan dalam setiap do'a kita adalah masa yang mulus tanpa ada hal-hal yang mengganggu, tapi potensi terjadinya financial disaster tetap tidak bisa kita anggap nihil begitu saja.
Untuk itu, mencicil masa depan tetap menjadi keharusan, baik untuk kehidupan di dunia maupun di kehidupan yang abadi nanti.
Rabu, 02 September 2015
Mencicil masa depan ......, apa itu ?
Saat ini, di abad yang katanya modern ini, adakah keluarga yang tidak punya kewajiban bulanan berupa cicilan ?
Kebanyakan rumah tangga punya kewajiban pengeluaran rutin yang namanya cicilan, mulai cicilan kepemilikan rumah, cicilan mobil, motor, perabotan rumah dan elektronik, bahkan gadget pun bisa dicicil. Nggak ketinggalan, cicilan bon di warung terdekat dan cicilan kartu kredit.
Banyak orang tertatih - tatih membayar berbagai cicilan. Apalagi jika cicilan bersifat konsumtif, yang dibeli berdasarkan gengsi dan gaya-gayaan. Sesungguhnya, ada beberapa saran untuk mengendalikan cicilan bulanan, diantaranya adalah :
Pertama, alasan berhutang. Sebelum ambil keputusan untuk berhutang, evaluasi dulu apakah itu kebutuhan atau keinginan , bisakah dibeli tunai atau sudah mendesak sehingga butuh / terpaksa dibeli dengan pinjaman. Bagi keluarga muda, pinjaman / kredit rumah tinggal adalah prioritas.
Kedua , jumlah cicilan setiap bulannya. Cicilan pinjaman usahakan maksimal hanya 35% dari rata-rata pendapatan bulanan. Alokasi ini adalah jumlah total cicilan pinjaman yang wajib ditunaikan tiap bulan.
Ketiga, dari semua cicilan / kredit, cicilan KPR sebaiknya maksimal 20% dari pendapatan per bulan , sedang 15% yang lain bisa dialokasikan untuk kredit yang lain, seperti kendaraan atau perabotan. Persoalannya, di daerah tertentu harga rumah sudah sedemikian mahal, sehingga pola ini cukup berat untuk diterapkan. Perlu kebijakan pemerintah untuk mengendalikan kenaikan harga rumah.
Ada utang kartu kredit? Jangan biasakan membayar utang kartu kredit dengan cicilan. Bunganya mencekik leher, kisarannya 3% - 4%, itu artinya 24% - 36% per tahun. Pastikan selalu membayar lunas tagihan kartu kredit setidaknya sehari sebelum jatuh tempo pembayaran.
Ada lagi yang belum dibahas lebih lanjut..., yaitu cicilan masa depan, cicilan yang kita bayar sekarang tapi hasilnya akan kita nikmati di masa yang akan datang. Nantikan artikel berikutnya....
Kebanyakan rumah tangga punya kewajiban pengeluaran rutin yang namanya cicilan, mulai cicilan kepemilikan rumah, cicilan mobil, motor, perabotan rumah dan elektronik, bahkan gadget pun bisa dicicil. Nggak ketinggalan, cicilan bon di warung terdekat dan cicilan kartu kredit.
Banyak orang tertatih - tatih membayar berbagai cicilan. Apalagi jika cicilan bersifat konsumtif, yang dibeli berdasarkan gengsi dan gaya-gayaan. Sesungguhnya, ada beberapa saran untuk mengendalikan cicilan bulanan, diantaranya adalah :
Pertama, alasan berhutang. Sebelum ambil keputusan untuk berhutang, evaluasi dulu apakah itu kebutuhan atau keinginan , bisakah dibeli tunai atau sudah mendesak sehingga butuh / terpaksa dibeli dengan pinjaman. Bagi keluarga muda, pinjaman / kredit rumah tinggal adalah prioritas.
Kedua , jumlah cicilan setiap bulannya. Cicilan pinjaman usahakan maksimal hanya 35% dari rata-rata pendapatan bulanan. Alokasi ini adalah jumlah total cicilan pinjaman yang wajib ditunaikan tiap bulan.
Ketiga, dari semua cicilan / kredit, cicilan KPR sebaiknya maksimal 20% dari pendapatan per bulan , sedang 15% yang lain bisa dialokasikan untuk kredit yang lain, seperti kendaraan atau perabotan. Persoalannya, di daerah tertentu harga rumah sudah sedemikian mahal, sehingga pola ini cukup berat untuk diterapkan. Perlu kebijakan pemerintah untuk mengendalikan kenaikan harga rumah.
Ada utang kartu kredit? Jangan biasakan membayar utang kartu kredit dengan cicilan. Bunganya mencekik leher, kisarannya 3% - 4%, itu artinya 24% - 36% per tahun. Pastikan selalu membayar lunas tagihan kartu kredit setidaknya sehari sebelum jatuh tempo pembayaran.
Ada lagi yang belum dibahas lebih lanjut..., yaitu cicilan masa depan, cicilan yang kita bayar sekarang tapi hasilnya akan kita nikmati di masa yang akan datang. Nantikan artikel berikutnya....
Langganan:
Postingan (Atom)