Sabtu, 26 September 2009

INVENTARISASI DOSA

Lebaran ...., istilah ini maknanya identik dengan istilah bodo (dikampung saya di pedalaman Jawa Tengah) atau ba'da dikalangan pesantren, yang artinya kurang lebih "sesudah".

Saya tidap paham betul kenapa muncul istilah ba'da, bodo atau lebaran. Kadang juga ada yang bilang ini hari kemenangan, menang karena kita telah berhasil mengalahkan nafsu dengan berpuasa selama 1 bulan penuh. Mungkin istilah ba'da muncul sebagai pernyataan bahwa kita habis berperang, mati-matian menahan hawa nafsu pada bulan Ramadhan.

Banyak istilah yang dipakai tentang lebaran ini, menurut data dari wikie ada beberapa yaitu :

Eid, Eid ul-Fitr Arab: عيد الفطر Disebut juga Idul Fitri, Hari Lebaran (Indonesia); Hari Raya Puasa, Hari Lebaran (Malaysia); Riyoyo, Ngaidul Fitri (Jawa); Boboran Siyam (Sunda); Shemai Eid (Bangladesh); Ramazan Bayramı (Turki)


Pada hari itu, Takbir dikumandangkan. Selain menunaikan Shalat Sunnah Idul Fitri, kaum muslimin juga harus membayar sebanyak 2 kilogram bahan pangan. Tujuan dari zakat fitrah sendiri adalah untuk memberi kebahagiaan pada kaum fakir miskin. Kemudian, Khutbah diberikan setelah Shalat Idul Fitri berlangsung, dan dilanjutkan dengan do'a. Setelah itu, kaum muslimin saling bermaaf-maafan.


Lha disini inilah masalahnya. Kalau mohon maaf sama Allah kita bisa lakukan dengan beristighfar dan diikuti dengan bertobat, Allah maha mengetahui apa kesalahan kita dan juga maha pengampun. Tetapi ketika kita harus mohon maaf dengan sesama manusia, rasanya kok jadi lebih sulit. Apa iya orang mau memaafkan kita begitu saja, padahal orang tersebut tidak tahu kejahatan dan dosa apa yang telah kita lakukan kepadanya?

Beberapa hari lalu di TVRI ada sebuah wawancara dengan pembicara seorang ustazd dari Departemen Agama RI. Disitu dikatakan bahwa perlunya kita beri'tikaf dan menginventarisasi dosa-dosa kita kepada sesama manusia, dan pada hari raya 'Idul fitri ini, kita cari orang tersebut dan meminta maaf atas dosa-dosa yang sudah kita lakukan.


Jika kita buat daftar tertulis yang mencatumkan dosa-dosa hablum minannas yang terjadi selama setahun terakhir, mungkin satu buku ukuran folio juga habis. Bisa saja daftar tersebut bisa kita selesaikan selama bulan ramadhan.


Persoalannya, apakah kita punya nyali untuk mengatakan kepada yangbersangkutan tentang segala kejahatan dan keburukan yang kita lakukan (memfitnah, bergunjing, mengolok-olok, berbohong bahkan berbuat curang terhadap teman, saudara, kolega dan rekan bisnis ?) bagaimana mungkin dia mau memaafkan kalau dia nggak tahu apa kesalahan yg kita lakukan ?

Kita juga tidak tahu, seandainya kita katakan apa adanya, apa yang akan terjadi ? Maaf, persahabatan dan persaudahaan atau justru sebaliknya, permusuhan ?

Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada hamba-Mu yang sedang bingung ini .......

Selasa, 01 September 2009

Kemakmuran dari masa ke masa

Ngomong-ngomong tentang kemakmuran, jadi inget tulisan mbah Dipo di pitutur.net .

Pada intinya, ukuran makmur hampir sama sublimnya dengan ukuran kaya. Betul kata mbah Dipo yang menggambarkan betapa makmur rasanya ketika waktu jadi bocah piyik dulu, bisa makan telor yang 1/4 kwadrat pada acara bancakan weton di kampung pinggiran Solo.

Di kampung saya pedhalaman Purworejo sana dulu juga begitu, saya juga ngalami. Among-among dino weton namanya. Tapi Alhamdulillah bahwa telornya bukan 1/4 kwadrat, tapi satu telor dibagi jadi 8 potong (telor ayam kampung, belum jaman ayam ras). Nuwun sewu, bukan bermaksud ngasorke yang 1/4 kwadrat, he.. hee... . Lha wong waktu itu kalau diundang jadi bolo among-among rasanya terhormat, jadi anak terpandang, dianggap bolo atau temen siempunya weton. Makmur rasanya bisa merasakan nikmatnya telor rebus yang sebulan sekali belum tentu ada. Kalau ndak diajak, malu dan terhina rasanya.

Saat ini, di kampung saya yang baru di Lampung, nggak ada lagi tradisi among-among dengan nasi urap dan telor seperdelapan. Tapi anehnya, anak saya yang berumur lima tahun sudah mempunyai ukuran yang berbeda soal makan pakai telor. Tiap kali minta makan pakai telor, bapak atau ibunya nanya, "Telornya diapain le.... ?", "Digoreng, tapi telornya dua lho...". Lhahh...... sekali makan 2 butir telornya, ayam ras lagi, lebih gedhe dari ayam kampung. Dan sepertinya makan dengan 2 telor adalah hal biasa. Sesuatu yang sudah menjadi biasa menjadi berkurang nilai kemakmurannya, jauh berbeda dengan telor seperdelapan yang baru bisa dicicipi ketika diundang among-among, meskipun secara kuantity jauh lebih sedikit .

Itu baru bicara kemakmuran dari telor seperdelapan, masih banyak lagi ukuran-ukuran kemakmuran yang bisa dibicarakan. Nantii....... insyaAllah


IKHLAS

"Musim" puasa telah tiba.
Tiba pulalah saatnya orang "berlomba-lomba" melakukan berbagai ibadah yang selama ini jarang dilakukan. Ya sholat berjamaah di masjid, bersedekah, membaca alqur'an, menggelar pengajian, pesantren kilat dan lain sebagainya.

Kita lihat aja di tv-tv, rasanya nggak ada stasiun tv nasional yang tidak menggelar hajatan religius di bulan ramadlan ini. Seakan pengajian dan pesantren kilat menjadi trend dan gaya hidup. Mushola, masjid dan majlis pengajian menjadi tempat faforit dan banyak dikunjungi.
Sebaliknya tempat-tempat hiburan ~maksiat~ menjadi sedikit 'sepi', rasanya malu kalau mau kesana. Ndak tahu malu sama siapa.............

Banyak pula orang yang serta-merta dengan beramai-ramai merazia, sweeping, dan bahkan membakar dan merusak tempat-tempat hiburan malam kelas kambing, ya hanya yang kelas kambing.

Itu semua bisa diketauhui lewat berbagai media.

Semua itu bagus, mungkin nggak ada jeleknya, setidaknya dimata kita, manusia-manusia biasa yang hidup di muka bumi Allah ini, dengan berbagai kelemahan dan kekurangannya.

Dibalik semua hiruk pikuk aktifitas manusia di bulan ramadlan ini, ada yang banyak hal bisa kita renungkan. Yaitu sejauh mana sih kadar keikhlasan kita... ?

Tidakkah terbersit dalam diri kita rasa ingin dipuji oleh orang lain ? ingin dapat keuntungan finansial ? atau keinginan-keinginan lain yang kita simpan dalam lubuk hati kita. Benarkah kita melakukan semua itu dengan ikhlas lillahi ta'ala ?

Kalau ya...., kenapa pada ramadlan tahun ini saya tidak melihat ada 'mantan caleg' yang membagikan sedekah buat fakir miskin. Bahkan jadwal imsakiyah pun saya kesulitan mendapatkannya ?
Padahal pada tahun lalu, kalau mau, saya bisa memajang jadwal imsakiyah diseluruh ruangan rumah, bahkan dikantor pun bisa saya pajang beberapa jadwal imsakiyah, dengan gambar caleg dan logo partai tentunya.

Sungguh, saya hanya baru bisa merenung-renung, tentang apa ikhlas itu........... wallahu a'lam